Friday, 28 April 2017
Dosa Berbuat Fitnah
Oleh Amiruddin
PERJALANAN hidup manusia tidak terlepas dari nafsu jahat yang selalu merasuk dalam diri mereka melalui berbagai celah disebabkan minimnya pengetahuan agama atau krisisnya nilai keimanan yang tertanam dalam jiwa mereka. Bahkan di era serba modern ini sulit rasanya mengatakan bahwa banyak dari manusia yang tidak paham nilai-nilai agama, justru sedikit banyak ada di antara mereka yang mengetahui halal-haram, baik dan buruknya suatu tindakan, dan tidak dapat dipungkira bahwa semua umat Islam mengetahui fitnah adalah perbuatan keji yang sangat dibenci Allah.
Namun sayang, menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 9 Juli 2014 usaha fitnah-memfitnah kian marak mencuat ke permukaan, hampir setiap hari media massa dihiasi dengan berita kubu-kubu tertentu yang giat berusaha memperburuk citra orang lain, merusak reputasi, karier dan karakter orang lain yang sedang menanjak ke arah lebih baik. Sadisnya, pelakunya adalah para tokoh terhormat yang mengusung diri untuk melaju ke pesta demokrasi guna merebut kursi presiden.
Sejatinya, sebagai calon capres-cawapres yang baik dan layak menjadi pemimpin tidak melakukan tindakan keji seperti itu, apalagi harus memfitnah lawan politik hanya untuk memuluskan diri mendapatkan kursi RI 1. Cukup masyarakat saja yang menilai tindak tanduk para capres-cawapres, jika masyarakat senang dengan salah satu calon, tentu inilah pilihan tepat bagi mereka. Kewenangan capres-cawapres hanya menjalankan kampanye (dimasa kampanye), itupun bukan model kampanye hitam seperti marak terjadi pada pemilu legislatif 9 April lalu.
Balasan memfitnah
Para pelaku politik harus sadar, fitnah adalah perbuatan keji yang sangat dibenci oleh Allah. Dalam konteks Islam, fitnah adalah terjemahan dari an-Namimah. Fitnah merupakan usaha menyiarkan sesuatu berita tanpa dasar kebenaran, dengan tujuan untuk mencemarkan nama baik seseorang, menanamkan kebencian, menumbuhkan permusuhan serta memupuk kedengkian. Tujuan fitnah tersebut agar mudah untuk mencapai segala cita-cita para pelaku fitnah.
Perbuatan yang tercela seperti itu dilarang oleh Allah Swt dan orang yang membuat fitnah itu akan ditimpa azab yang amat pedih. Allah berfirman; “Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan fitnah kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang sangat pedih.” (QS. al-Buruj: 10).
Fitnah itu lebih besar dosanya daripada dosa membunuh (manusia tak bersalah), Allah berfirman: “Berbuat fitnah lebih besar dosanya daripada membunuh.” (Q.S. Al-Baqarah: 217). Fitnah adalah perkara yang sangat fatal, sebab dan akibat dari fitnah akan mengakibatkan jatuhnya korban yang sungguh dahsyat, bukan saja nama orang yang difitnah itu mendapat aib, tetapi fitnah mengakibatkan lenyapnya suatu bangsa, dengan fitnah manusia akan saling mencaci, memaki dan bunuh membunuh walau sesama Islam atau sesama capres-cawapres.
Sejarah Islam telah mencatat bukti otentik akibat fitnah yang terjadi tempo dulu, dimana tiga orang Khalifah Islam menjadi korban fitnah, seperti terbunuhnya Khalifah Umar ibnu Khattab, terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib dan juga zuriat (keturunan) Nabi Muhammad sendiri, yang dibunuh dengan sadis dan kejam oleh manusia-manusia yang gila akan kuasa, rakus akan jabatan.
Karenanya, sangatlah pantas para penebar gosip/pemfitnah mendapat berbagai kecaman dari sisi agama. Setidaknya, mereka yang suka menebar fitnah akan diancam: Pertama, sebagai manusia terburuk. Karena sering memburuk-burukan orang lain, maka penyebar fitnah diberi gelar oleh Rasulullah dengan seburuk-buruk manusia. Beliau bersabda: “Inginkah kalian aku beritahukan manusia terburuk diantara kalian?” Para sahabat menjawab, Ya. Beliau bersebda, yaitu orang-orang yang ke sana ke mari menyebar fitnah, yang memecah belah di antara orang yang saling mencintai dan meniupkan aib kepada orang-orang yang tidak berdosa/bersalah.” (HR. Ahmad).
Kedua, disiksa di alam kubur. Suatu ketika Rasulullah melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya keduanya saat ini sedang disiksa, dan keduanya tidak disiksa karena melakukan dosa besar. Adapun salah seorang dari keduanya, dulunya berjalan (kesana kemari) menebarkan fitnah. Sedangkan yang satunya tidak bersih selesai kencing.” (HR Bukhori dan muslim). Bagi kebanyakan orang, kedua perbuatan tersebut dianggap sepele, tetapi dapat membuat pelakunya sengsara dialam kubur.
Ketiga, tidak akan masuk surga. Sungguh merana dan sengsara sekali orang yang suka menyebar fitnah, gosip dan isu. Sebab, ia diharamkan menikmati berbagai macam kenikmatan abadi di surga kelak. Nabi saw bersabda: “Tidak akan masuk surga Nammaam (orang yang suka menyebar fitnah).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tinggalkan fitnah
Allah Swt berfirman yang maksudnya: “Wahai orang yang beriman! Jauhilah dari kebanyakan sangkaan, karena sesungguhnya sebahgian daripada sangkaan itu adalah dosa, dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang, dan janganlah kamu mengumpat setengah yang lain. Adakah seseorang kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh itu patuhilah larangan tersebut) dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha penerima taubat dan Maha penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12).
Tidak dapat dipungkiri lagi, dunia politik memang sarat dengan aktivitas fitnah terhadap lawan politik. Politik sehat tentunya lahir dari mereka yang memiliki badan sehat, otak sehat dan terlebih penting sehat hatinya (suci dari penyakit hati) serta cara yang sehat pula untuk mendapatkan jabatan, semua itu berlandaskan agama yang sehat (kuat).
Untuk mendapatkan kursi jabatan yang benar-benar bersih dan atas pilihan rakyat yang senang kepada calon pemimpin demikian, maka sepatutnya mereka meninggalkan segala unek-unek yang berusaha menjatuhkan lawan dengan mengumbar aib atau sengaja mencari jalan berlobang yang dapat membuat mereka terperosok dalam kehancuran karier lawan politik.
Fitnah itu tak ubahnya lalat atau nyamuk yang selalu menyebarkan bakteri penyakit kemana-mana. Maka para capres-cawapres jangan lagi mengadopsi sifat lalat atau nyamuk yang jelas -jelas dapat merusak keutuhan tubuh (demam). Gaya-gaya politik demikian tidak perlu dipertahankan lagi zaman demokrasi seperti yang dianut Indonesia saat ini. Sudah saatnya menciptakan suasana politik bersih, aman dan bebas dari penyakit fitnah, sehingga kursi RI 1/RI 2 yang akan diperebutkan pada Pilpres 9 Juli 2014 dapat diduduki oleh orang yang suci niatnya, suci caranya dan suci pula visi-misi dan program-programnya. Semoga!
* Amiruddin, SHI., Alumnus Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh. Email: abu.teuming01@gmail.com
No comments:
Post a Comment
Tidak menerima sebarang komen yang menghina dan maki caci